![]() |
Harry Potter and the Cursed Child |
Finally, my new blog post on January 2019..
Lumos!
Kali ini saya akan memberikan review buku yang berisikan skenario
pementasan dari Harry Potter and Cursed Child, di West East London pada tahun
2016 lalu.
Review saya berisikan spoiler. Jadi, sebelum kamu membaca
lebih lanjut, silahkan quit my blog window kalo masih pengen baca sendiri tanpa
spoiler-an. Tapi, kalo ga ada masalah, silahkan lanjut… hehehehe 😄
Kenapa saya memberikan penjelasan buku ini berisikan skenario?
Karena buku HP yang ke delapan ini berbeda dengan 7 seri HP
lainnya. Pertama, alur cerita plot skenarionya beda, bukan seperti baca buku HP
pendahulunya (pantas saja sebagian potter head yang kecewa dengan buku ini).
Kedua, konon katanya penulis buku ini tidak sepenuhnya JK Rowling. Rowling
hanya memberikan karakter cerita miliknya, tetapi Jack Thorne yang “mengkaryakannya”.
Saya pribadi, sebenarnya tidak ingin membaca buku ini sejak English
versionnya terbit 2016 lalu. Bagi saya HP and Deathly Hallows sudah menjadi
penutup yang manis dalam kisah perjalanan Harry Potter. Saya enggak pengen ada cerita
yang diperpanjang lagi. (jadi saya kayak teriak dalam hati waktu tahu ada buku
HP ke-8 : “Cukup Rowling… Yang kamu lakukan itu jahat..” hahahhaha) 😂😂
Ya gitu deh, saya ga beli buku ini. Sampai bulan Oktober
2018 saya dihadiahkan buku ini oleh salah seorang teman baik saya yang ingin
membelikan saya buku. Entah mengapa, rasa penasaran saya tertuju pada si Cursed
Child yang nangkring 1 bulanan di rak best seller toko buku Gramedia.
Oke.. saatnya masuk ke review…
Saya akan membuat point yang saya suka dan tidak suka dalam
buku ini. Maafkan jika kamu potter head yang kurang setuju kalo membaca review
saya ini. Namun, saya juga potter head sejak masih kelas 6 SD dan tampaknya harus
jujur untuk buku ke-8 yang mengisahkan tokoh kesayangan saya ini.
Kelebihan buku ini bagi saya, buku ini berhasil menyihirku
sama seperti 18 tahun yang lalu, saat pertama kalo membaca novel HP and
philosopher stone. Yaps… mengapa saya bilang seperti ini? Karena saya nagih
baca buku ini, rasanya ga mau nutup buku ini, sampai selesai. Akhirnya buku ini
selesai dalam waktu 2 hari. Pencapaian buat saya sekarang, karena di tengah
pekerjaan sanggup begadang buat baca ini.. Hahahahha… 😂😂
Kedua, buku ini berisikan skenario, jadi ya seperti membaca
skenario dan bisa membayangkan adegan-adegannya. Saya dari dulu begitu sih kalo
baca HP, pasti ngebayangin ini tempatnya gimana ya, ini alat sihirnya gimana ya…
Ketiga, untuk sebuah scenario dialog nya dikemas sangat baik
(bahkan untuk terjemahan bahasa Indonesia -nya).
Nah, sekarang kekurangan dari buku ini.
Pertama, bagi
penggemar berat HP emang pasti ada kekecewaan dengan buku ini. Ukuran sebuah scenario
sih bagus-bagus aja sih, tapi untuk sebuah novel menurut saya juga kurang
(emang ga novel sih ya, tapi kalo disandingkan pada novel HP lainnya). Alur plotnya
menurut saya kurang jelas. Mungkin emang karena ceritanya ada lompat ke masa
lalu sekarang, dimana ceritanya Albus Potter dan Scorpius Malfoy menggunakan
time turner untuk menyelamatkan nyawa Cedric Diggory. Sah-sah aja pakai model
flashback, tapi agak berbeda karena banyak pengulangan flashback, dan
sepertinya memang tidak sepenuhnya JK Rowling yang menulisnya. Greget-nya yang
saya rasakan beda.
Kedua, buku ini kesannya memaksakan. Saya belum bisa ngebayangin
Voldemort punya anak dengan Bellatrix Lestrange (salah seorang pelahap maut),
kemudian lahirlah Delphini.. Hahahaha… 😓😓
Ketiga, kisah time turner itu sendiri, alat pembalik waktu
yang mampu mengubah sejarah sihir. Sampai Ron dan Hermione bisa diubah tidak
menikah dan tidak memiliki Rose.. Kemudian, Voldemort yang menguasai sejarah
sihir.. Anehnya, kalo time turner ini emang udah ada, kenapa Voldy never heard
it and use it before?
Keempat, ada part dimana Albus membuat dan meminum polyjuice
potion dan mengubah dirinya sebagai Ron untuk mengambil time turner di kantor
Hermione. Kemudian, tidak sengaja ketemu Hermione. Aneh, karena Hermione dan
Harry tidak terlalu curiga dengan kedatangan Ron di kantornya.
Kelima, karakter Harry Potter tidak se-wise bisanya. Malah di
umur sekitar 40 tahun, saya membayangkan Harry adalah ayah yang bijak dan penuh
teladan (dengan semua fase kehidupan sihir yang telah dijalaninya). Namun, ada
part yang meyakinkan saya, Harry sangat childish, temperamen tinggi dan
emosional.. Malah dalam hati saya membatin, “Harry kamu berubah”😓😓
Baiklah, sekian review buku Harry Potter and the Cursed
Child. Bagi kamu penggemar Harry Potter, buku ini wajib kok kamu baca, agar
dapat merasakan yang saya rasakan, atau malah tidak… Hahhahaa 😂😂
Nox!
kalo nggak salah ada live show-nya HP untuk buku yang ini...
ReplyDeleteIya ada mas di London 2016 kmrn.. hehehe
DeleteLengkap sekali ya pembahasannya, aku malah gak kepikiran kalau ada alat yang bisa mengubah waktu
ReplyDeleteTerimakasih sudah mampir mba 🙏
DeleteHarry sangat childish, temperamen tinggi dan emosional.. Malah dalam hati saya membatin, “Harry kamu berubah” Hahahaha kok sama ya perasaan kita... ehmmmm ... saya sih gak pernah baca bukunya hanya nonton filmnya saja, tapi suka membayangkan Harry bukanlah sosok yang sempurna sebagaimana kelihatannya, tapi dia juga childish dan nyebelin.. hihihi
ReplyDeleteHhehehe... terimakasih sudah mampir mbaa.. aku 🙏
DeleteMbak postingan saya nggak muncul-muncul. Jadi kepo saya. Haha. Test lagi ah mana tahu yang ini langsung muncul.
ReplyDeleteHehehehe sudah muncul mba..😁 terimakasih sudah mampir mbaaa 🙏
DeleteMakasih ya kak, buku dari aku di review ❤
ReplyDeleteMy pleasure siss❤
Delete